Warisan Utang Para Presiden Kita

It is pretty amazing

Jual Detik-Detik tahun 2017/2018

Detik-Detik 2017/2018 dengan harga Rp. 55.000,00 bagi siswa kelas enam yang mempersiapkan UN, penambah referensi dalam persiapan USBN

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan

Selasa, 23 Juli 2019

Asbabun Nuzul Surat Al Falaq (Materi PAI Kelas IV)




قُلۡ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلۡفَلَقِ  ١ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ  ٢ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ  ٣ وَمِن شَرِّ ٱلنَّفَّٰثَٰتِ فِي ٱلۡعُقَدِ  ٤ وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ  ٥
1.  Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
2.  dari kejahatan makhluk-Nya,
3.  dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4.  dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
5.  dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki".

Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Saleh, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari Jabir yang mengatakan bahwa al-falaq artinya subuh.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-falaq" bahwa makna yang dimaksud ialah subuh. Dan telah diriwayatkan halyangsemisal dari Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, Al-Hasan, Qatadah, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ibnu Zaid, dan Malik, dari Zaid ibnu Aslam.
Al-Qurazi. Ibnu Zaid, dan Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
فالِقُ الْإِصْباحِ
Dia menyingsingkan pagi. (Al-An'am: 96)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-falaq," bahwa makna yang dimaksud ialah makhluk. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak, bahwa Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk membaca ta'awwuz dari kejahatan semua makhluk-Nya.
Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa al-falaq adalah nama sebuah penjara di dalam neraka Jahanam; apabila pintunya dibuka, maka semua penghuni neraka menjerit karena panasnya yang sangat. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya, untuk itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Suhail ibnu Usman, dari seorang lelaki, dari As-Saddi, dari Zaid ibnu Ali, dari kakek moyangnya, bahwa mereka telah mengatakan bahwa al-falaqadalah nama sebuah sumur di dasar neraka Jahanam yang mempunyai tutup. Apabila tutupnya dibuka, maka keluarlah darinya api yang menggemparkan neraka Jahanam karena panasnya yang sangat berlebihan. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Amr ibnu Anbasah dan As-Saddi serta lain-lainnya.
Sehubungan dengan hal ini telah ada sebuah hadis marfu' yang berpredikat munkar; untuk itu Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Wahb Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Mas'ud ibnu Musa ibnu Misykan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Khuzaimah Al-Khurrasani, dari Syu'aib ibnu Safwan, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
«الْفَلَقُ جُبٌّ فِي جَهَنَّمَ مُغَطَّى»
Falaq adalah sebuah sumur di dalam neraka Jahanam yang mempunyai penutup.
Sanad hadis ini garib dan predikat marfu'-nya tidak sahih.
Abu Abdur Rahman Al-Habli telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, bahwa al-falaq adalah nama lain dari neraka Jahanam.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar adalah pendapat yang pertama, yaitu yang mengatakan bahwa sesungguhnya falaq adalah subuh. Pendapat inilah yang sahih dan dipilih oleh Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya.
Firman Allah Swt:
{مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ}
dari kejahatan makhluk-Nya. (Al-Falaq: 2)
Yakni dari kejahatan semua makhluk. Sabit Al-Bannani dan Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa Jahanam, Iblis, dan keturunannya termasuk makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt.
Firman Allah Swt.:
{وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ}
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bila matahari telah tenggelam; demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Mujahid. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abu Najih, dari Mujahid. Dan hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi. Ad-Dahhak. Khasif. Al-Hasan, dan Qatadah, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud ialah malam hari apabila datang dengan kegelapan.
Az-Zuhri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3) Yakni matahari apabila telah tenggelam.
Telah diriwayatkan pula dari Atiyyah dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3) Yaitu malam hari bila telah pergi.
Abu Mihzan mengatakan dari Abu Hurairah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3) Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang.
Ibnu Zaid mengatakan, dahulu orang-orang Arab mengatakan bahwa al-gasiq artinya jatuhnya bintang surayya. Berbagai penyakit dan Ta'un mewabah seusai jatuhnya bintang surayya, dan menjadi Lenyap dengan sendirinya bila bintang surayya terbit. Yang dimaksud dengan jatuh ialah tenggelam.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa di antara asar yang bersumber dari mereka ialah apa yang diceritakan kepadaku oleh Nasr Ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Bakkar, dari Abdullah keponakan Hammam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz ibnu Umar, dari Abdur Rahman ibnu Auf, dari ayahnya, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3) Lalu beliau Saw. bersabda, bahwa makna yang dimaksud ialah bintang bila telah tenggelam.
Menurut hemat saya, predikat marfu' hadis ini tidak sahih sampai kepada Nabi Saw. Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah rembulan. Menurut hemat saya, yang dijadikan pegangan oleh orang-orang yang berpendapat demikian ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Daud Al-Hafri, dari Ibnu Abu Zi-b, dari Al-Haris ibnu Abu Salamah yang mengatakan bahwa Siti Aisyah r.a. telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. memegang tangannya, lalu memperlihatkan kepadanya rembulan saat terbitnya, kemudian beliau Saw. bersabda:
«تَعَوَّذِي بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ هَذَا الْغَاسِقِ إِذَا وَقَبَ»
Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan rembulan ini apabila telah tenggelam.
Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkan di dalam kitab tafsir dari kitab sunan masing-masing melalui hadis Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Zi-b, dari pamannya (yaitu Al-Haris ibnu Abdur Rahman) dengan lafazyang sama; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Lafaznya berbunyi seperti berikut:
«تَعَوَّذِي بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ هَذَا فَإِنَّ هَذَا الْغَاسِقُ إِذَا وَقَبَ»
Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan (rembulan) ini, yaitu apabila ia telah tenggelam.
Menurut lafaz Imam Nasai disebutkan seperti berikut:
«تَعَوَّذِي بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ هَذَا، هَذَا الْغَاسِقُ إِذَا وَقَبَ»
Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan (rembulan) ini, yaitu apabila ia telah tenggelam.
Orang-orang yang mengatakan pendapat pertama mengatakan bahwa rembulan merupakan pertanda malam hari bila telah muncul, dan ini tidaklah bertentangan dengan pendapat kami. Karena sesungguhnya rembulan merupakan pertanda malam hari dan rembulan tidak berperan kecuali hanya di malam hari. Demikian pula halnya dengan bintang-bintang; bintang-bintang tidak dapat bersinar kecuali di malam hari; dan hal ini sejalan dengan pendapat yang kami katakan; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah Swt.:
{وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ}
dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus pada buhul-buhul. (Al-Falaq:4)
Mujahid, Ikrimah. Al-Hasan. Qatadah. dan Ad-Dahhak telah mengatakan bahwa yang dimaksud ialah wanita-wanita penyihir. Mujahid mengatakan bahwa yaitu apabila wanita-wanita penyihir itu mengembus pada buhul-buhulnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya yang mengatakan bahwa tiada suatu perbuatan pun yang lebih mendekati kepada kemusyrikan selain dari ruqyatul hayyah dan majanin, yakni sejenis perbuatan sihir.
Di dalam hadis lain disebutkan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Hai Muhammad, apakah engkau sakit?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Jibril berkata (yakni berdoa):
باسم اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ دَاءٍ يُؤْذِيكَ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ حَاسِدٍ وَعَيْنٍ، اللَّهُ يَشْفِيكَ
Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu dari semua penyakit yang mengganggumu dan dari kejahatan setiap orang yang dengki dan kejahatan pandangan mata; semoga Allah menyembuhkanmu.
Barangkali hal ini terjadi di saat Nabi Saw. sakit akibat terkena sihir, kemudian Allah Swt. menyelamatkan dan menyembuhkannya, dan menolak rencana jahat para penyihir dan orang-orang yang dengki dari kalangan orang-orang Yahudi, lalu menimpakannya kepada mereka dan menjadikan kehancuran mereka oleh tipu muslihat mereka sendiri hingga mereka dipermalukan. Tetapi sekalipun mendapat perlakuan demikian, Rasulullah Saw. tidak menegur atau mengecam pelakunya di suatu hari pun, bahkan beliau merasa cukup hanya meminta pertolongan kepada Allah, dan Dia menyembuhkan serta menyehatkannya.
Imam Ahmad mengatakan. telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Yazid ibnu Hibban, dari Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa seorang lelaki Yahudi menyihir Nabi Saw. Karena itu, beliau merasa sakit selama beberapa hari.
Lalu datanglah Jibril dan berkata, "Sesungguhnya seorang lelaki Yahudi telah menyihirmu dan membuat suatu buhul yang ditujukan terhadapmu, lalu ia meletakkannya di dalam sumurmu.'" Lalu Rasulullah Saw. menyuruh seseorang untuk mengambil buhul tersebut dari dalam sumur yang dimaksud. Setelah buhul itu dikeluarkan dari sumur, lalu diberikan kepada Rasulullah Saw. dan beliau membukanya, maka dengan serta merta seakan-akan Rasulullah Saw. baru terlepas dari suatu ikatan. Dan Rasulullah Saw. tidak pernah menyebutkan lelaki Yahudi itu dan tidak pula melihat mukanya sampai beliau wafat.
Imam Nasai telah meriwayatkan hadis ini dari Hamad, dari Abu Mu'awiyah alias Muhammad ibnu Hazim Ad-Darir.
Imam Bukhari mengatakan di dalam Kitabut Tib, dari kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan bahwa orang yang mula-mula menceritakan kisah ini kepada kami adalah ibnu Juraij. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku keluarga Urwah, dari Urwah, lalu aku menanyakan tentangnya kepada Hisyam, maka Hisyam mengatakan bahwa Urwah memang pernah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. pernah disihir hingga beliau beranggapan bahwa dirinya telah mendatangi istri-istrinya, padahal tidak.
Sufyan selanjutnya mengatakan bahwa sihir jenis ini merupakan sihir yang paling keras, bila pengaruhnya demikian. Lalu Rasulullah Saw. bersabda:
«يَا عَائِشَةُ أَعْلِمْتِ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ؟ أَتَانِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيِّ، فَقَالَ الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلْآخَرِ: مَا بَالُ الرَّجُلِ؟ قَالَ: مَطْبُوبٌ  ، قَالَ: وَمَنْ طَبَّهُ، قال لَبِيَدُ بْنُ أَعْصَمَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي زُرَيْقٍ حليف اليهود كان منافقا، قال: وَفِيمَ؟ قَالَ: فِي مُشْطٍ وَمُشَاقَةٍ ، قَالَ: وَأَيْنَ؟ قَالَ: فِي جُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ تَحْتَ رَعُوفَةٍ  في بئر ذروان»
Hai Aisyah, tahukah engkau bahwa Allah telah memberiku nasihat tentang masalah yang aku telah memohon petunjuk dari-Nya mengenainya" Dua orang lelaki datang kepadaku yang salah seorangnya duduk di dekat kepalaku, sedangkan yang lainnya duduk di dekat kakiku. Maka orang yang ada di dekat kepalaku berkata kepada temannya, "Mengapa lelaki ini?” Ia menjawab, "Terkena sihir.” Orang yang berada dekat kepalaku bertanya, "Siapakah yang menyihirnya?” Ia menjawab, "Lubaid ibnu A 'sam, seorang lelaki dari Bani Zuraiq teman sepakta orang-orang Yahudi, dia adalah seorang munafik.” Yang berada di dekat kepalaku bertanya, "Dengan apa?” Ia menjawab, "Sisir dan rambut.” Orang yang berada di dekat kepalaku bertanya, ' 'Di taruh di mana?'' Ia menjawab, "Di dalam mayang kurma jantan di bawah sebuah batu di dalam sumur Zirwan."
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah Saw. mendatangi sumur tersebut dan mengeluarkannya, kemudian beliau bersabda:
«هَذِهِ الْبِئْرُ الَّتِي أُرِيتُهَا وَكَأَنَّ مَاءَهَا نقاعة الحناء وكأن نخلها رؤوس الشياطين»
Inilah sumur yang diperlihatkan kepadaku dalam mimpiku; airnya seakan-akan seperti warna pacar (merah) dan pohon-pohon kurmanya seakan-akan seperti kepala-kepala setan.
Kemudian benda itu dikeluarkan dan dikatakan kepada beliau Saw., "Tidakkah engkau membalikkannya?" Rasulullah Saw. menjawab:
«أَمَّا اللَّهُ فَقَدْ شَفَانِي وَأَكْرَهُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ شَرًّا»
Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya Allah telah menyembuhkan diriku, dan aku tidak suka menimpakan suatu keburukan terhadap seseorang.
Dan Imam Bukhari meng-isnad-kan hadis ini melalui Isa ibnu Yunus, Abu Damrah alias Anas ibnu Iyad, Abu Usamah, dan Yahya Al-Qattan, yang di dalamnya disebutkan bahwa Aisyah r.a. mengatakan bahwa beliau Saw. sering berilusi seakan-akan telah melakukan sesuatu padahal tidak. Dalam riwayat ini disebutkan pula bahwa setelah itu Nabi Saw. memerintahkan agar sumur tersebut dimatikan, lalu ditimbun.
Imam Bukhari menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abuz Zanad dan Al-Lais ibnu Sa'd, dari Hisyam. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abu Usamah alias Hammad ibnu Usamah dan Abdullah ibnu Namir. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Affan, dari Wahb, dari Hisyam dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Ibrahim ibnu Khalid, dari Ma'mar, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Aisyah yang menceritakan bahwa Nabi Saw. tinggal selama enam bulan sering mengalami seakan-akan mengerjakan sesuatu, padahal kenyataannya tidak. Kemudian datanglah kepadanya dua malaikat, salah seorang duduk di dekat kepalanya, sedangkan yang lain duduk di dekat kakinya.
Salah seorangnya berkata kepada yang lain, "Kenapa dia?" Yang lain menjawab, "Terkena sihir." Ia bertanya, "Siapakah yang menyihirnya?" Yang lain menjawab, "Labid ibnul A'sam," lalu disebutkan hingga akhir hadis.
Al-Ustaz Al-Mufassir As-Sa'labi telah menyebutkan di dalam kitab tafsirnya, bahwa ibnu Abbas dan Aisyah pernah menceritakan bahwa pernah ada seorang pemuda Yahudi menjadi pelayan Rasulullah Saw. Lalu orang-orang Yahudi mempengaruhi pemuda itu dengan gencarnya hingga pemuda itu mau menuruti kemauan mereka. Maka ia mengambil beberapa helai rambut Rasulullah Saw. dan beberapa buah gigi sisir yang biasa dipakai oleh beliau Saw., setelah itu kedua barang tersebut ia serahkan kepada orang-orang Yahudi.
Lalu mereka menyihir Nabi Saw. melalui kedua benda itu, dan orang yang melakukannya adalah salah seorang dari mereka yang dikenal dengan nama Ibnu A'sam. Kemudian kedua barang tersebut ia tanam di dalam sebuah sumur milik Bani Zuraiq yang dikenal dengan nama Zirwan. Maka Rasulullah Saw. mengalami sakit dan rambut beliau kelihatan rontok. Beliau tinggal selama enam bulan seakan-akan mendatangi istri-istrinya, padahal kenyataannya tidak, dan beliau kelihatan gelisah dan tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada dirinya.
Ketika beliau sedang tidur, tiba-tiba ada dua malaikat datang kepadanya. Maka salah seorangnya duduk di dekat kepalanya, sedangkan yang lain duduk di dekat kakinya. Malaikat yang ada di dekat kakinya bertanya kepada malaikat yang ada di dekat kepalanya, "Apakah yang dialami oleh lelaki ini?" Ia menjawab, "Pengaruh Tib." Yang ada di dekat kakinya bertanya, "Apakah Tib itu?" Ia menjawab, "Sihir." Yang ada di dekat kakinya bertanya "Siapakah yang menyihirnya?" Ia menjawab, "Labid Ibnul A'sam, seorang Yahudi." Malaikat yang ada di dekat kakinya bertanya, "Dengan apakah ia menyihirnya?" Ia menjawab, "Dengan rambutnya dan gigi sisirnya." Yang ada di dekat kakinya bertanya, "Di manakah hal itu diletakkan?" Ia menjawab, "Di dalam mayang kurma jantan di bawah batu yang ada di dalam sumur Zirwan."
Al-juff artinya. kulit mayang kurma. Dan ar-raufah adalah sebuah batu yang di dalam sumur, tetapi menonjol digunakan untuk tempat berdirinya orang yang mengambil air.
Maka Rasulullah Saw. terbangun dalam keadaan terkejut, lalu bersabda: Hai Aisyah, tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah telah menceritakan kepadaku tentang penyakitku ini.
Lalu Rasulullah Saw. menyuruh Ali, Az-Zubair, dan Ammar ibnu Yasir untuk mengeringkan sumur tersebut; maka mereka bertiga mengeringkan sumur itu, yang airnya kelihatan seakan-akan seperti warna pacar (merah). Mereka bertiga mengangkat batu itu dan mengeluarkan mayang kurma yang ada di bawahnya. Maka ternyata di dalamnya terdapat beberapa helai rambut Rasulullah Saw. dan beberapa gigi sisirnya, dan tiba-tiba di dalamnya terdapat benang yang berbuhul (mempunyai ikatan) sebanyak dua belas ikatan yang ditusuk dengan jarum.
Maka Allah menurunkan dua surat Mu'awwizatain, dan setiap kali Rasulullah Saw. membaca suatu ayat dari kedua surat tersebut, beliau merasa agak ringan, hingga terlepaslah semua ikatan benang itu dan bangkitlah beliau seakan-akan baru terlepas dari ikatan. Sedangkan Jibril a.s. mengucapkan:  Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu dari orang yang dengki dan pandangan mata yang jahat; semoga Allah menyembuhkanmu.
Setelah itu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah kami menangkap orang yang jahat itu dan membunuhnya?" Rasulullah Saw. menjawab:
"أما أَنَا فَقَدَ شَفَانِي اللَّهُ، وَأَكْرَهُ أَنْ يُثِيرَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا"
Adapun diriku telah disembuhkan oleh Allah, dan aku tidak suka menimpakan keburukan terhadap orang lain.

Demikianlah bunyi hadis ini tanpa isnad, di dalamnya terdapat hal yang garib dan pada sebagiannya terdapat mungkar yang parah, dan sebagiannya lagi ada yang diperkuat oleh hadis-hadis yang telah disebutkan di atas. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Share:

Senin, 30 April 2018

Quote of The Day; Shalat

Shalat akan berfungsi mencegah kekejian dan kemungkaran apabila ditegakkan dengan semua rukun, sunnah dan adab zhahir dan batin yang harus direalisasikan oleh orang yang shalat. Di antara adab zhahir ialah menunaikannya secara sempurna dengan anggota badan, dan di antara adab batin ialah khusyu' dalam melaksanakannya. Khusyu' inilah yang menjadikan shalat memiliki peran yang lebih besar dalam tath-hir (penyucian), peran yang lebih besar dalam tahaqquq dan takhalluq (merealisasikan nilai-nilai dan sifat-sifat yang mulia).

Share:

Kamis, 26 April 2018

Quote of The Day;Taubat

Taubat dapat meluruskan perjalanan jiwa setiap kali melakukan penyimpangan, dan mengembalikannya kepada titik tolak yang benar. Taubat juga bisa menghentikan laju kesalahan jiwa, sehingga Allah melimpahkan kerunia-Nya kepada orang-orang yang bertaubat dengan mengubah kesalahan-kesalahan mereka menjadi kebaikan, "Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan." (al-Furqan: 70)
Share:

Rabu, 18 April 2018

KeliruMinangologi: Belanda Sesatkan Sejarah Masuknya Islam Ke Minang


Bakaba.co — Minangkabau, salah satu etnis yang memiliki adat dan budaya khas di bumi nusantara, selalu di bawah sasaran untuk dilemahkan. Bahkan pemutar-balikkan sejarah dan fakta tentang Minangkabau dan adatnya sampai sekarang masih terus berlangsung. 
“Pelemahan bahkan upaya menghilangkan eksistensi Minangkabau dan Adatnya dilakukan dengan berbagai cara oleh Belanda maupun antek-anteknya. Sampai sekarang.” Hal itu ditegaskan Asbir Dt. Rajo Mangkuto dalam perbincangan dengan bakaba.co 
Pada zaman Belanda, tahun 1850 kata Asbir, diterbitkan majalah bernama ‘Tijdschrif voor Nederlandsch Indi’ (Majalah untuk Hindia Belanda). Majalah tersebut sangat gencar menulis sejarah Indonesia dan Minangkabau. Tulisan yang disebarkan majalah itu memutar-balikkan fakta dan sejarah Minangkabau. Tulisan itu dijadikan bahan rujukan sejarah dan diajarkan di sekolah-sekolah pemerintah Belanda. Sejarah yang sama juga diajarkan di sekolah yang didirikan masyarakat di Minangkabau. 


Masuknya Islam
Berkaitan Islam di Minangkabau, majalah tersebut menulis bahwa Islam masuk ke Minangkabau pada abad ke-18. Islam yang dibawa pedagang Gujarat ke Minang mereka sebut berpaham Qaramithah. Dalam menyebarkan agama Islam, pedagang asal Gujarat dibantu Syekh Burhanuddin Ulakan. Di mana akhirnya para pemimpin/pucuk adat, raja-raja di Minangkabau menganut paham Islam Qaramithah. 
Selain itu majalah yang sama menulis bahwa Islam masuk ke Minangkabau melalui pantai barat Sumatra. Mereka mengaitkannya dengan keberadaan Syekh Burhanuddin yang berada dan hidup di Ulakan, Pariaman. “Begitu cara mereka membuat pembenaran atas sejarah masuknya Islam ke Minangkabau yang mereka sesatkan,” ujar Asbir Dt. Rajo Mangkuto.
Majalah yang sama menulis, pada tahun 1805 M: H. Miskin, H. Sumanik dan H. Piobang pulang dari Mekah. Ketiga Haji tersebut membawa paham Wahabbiyah. Akhirnya para ulama di Minangkabau menganut aliran Wahabbiyah, yang ekstrim dan kejam. Sementara para pemangku adat dan raja-raja mereka sebut menganut paham Qaramithah.
Perbedaan paham itu disimpulkan penulis Belanda di Tijdschrif voor Nederlandsch Indie sebagai pemicu terjadinya perang antara ulama dan kaum adat di Minangkabau. Perang yang terjadi antara tahun 1803 sampai 1821 disebut Belanda sebagai perang antara kaum ulama yang menganut paham Wahabi dengan para pemangku adat yang menganut Qaramithah.
Penulis Belanda di majalah itu dengan meyakinkan menulis bahwa H. Miskin, H. Sumanik dan H. Piobang telah mengembangkan ajaran Wahabi sejak 1805 di Minangkabau. “Sementara perang yang mereka sebut dashyat antara kaum Wahabi dengan penganut Qaramithah sudah terjadi dua tahun sebelumnya. Begitu tidak masuk akal,” kata Asbir, yang menulis buku ‘Direktori Minangkabau’, 2011. 
Sejarah yang Terjadi
Menurut Asbir, dia membaca begitu banyak referensi dan dokumen sejarah, akhirnya dia menyimpulkan bahwa fakta dan sejarah Minangkabau banyak diputar-balikkan Belanda. Salah satunya tentang masuknya Islam ke Minangkabau, juga tentang perang yang terjadi tahun 1803-1821 dengan tokoh-tokoh dan paham yang sengaja dibuat keliru oleh Belanda.
Islam masuk ke Minangkabau jauh sebelum abad 18. Pada tahun 695 M saja, kata Asbir, telah berdiri Kerajaan Islam Muaro Sabak (berpusat di hiliran Sungai Batanghari) dan diikuti pucuk Adat Pariangan. Tahun 790 M berdiri Kerajaan Islam Pulau Penyengat, tahun 970 M berdiri Kerajaan Islam Kuntu (berpusat di Kampar, Minangkabau bagian timur), tahun 1110 M berdiri Kerajaan Islam Fansur, tahun 1120 M berdiri Kerajaan Islam Aru Barumun, dan di tahun yang sama, 1120 berdiri Kerajaan Islam Indropuro (Pesisir Selatan). 
Islam dan Pedagang Arab
Belum lagi jika kita baca sejarah Yaman. Bahwa pedagang dari Yaman, sudah datang ke wilayah Minangkabau sejak tahun 628 M. Selain berdagang ke Kanton, pedagang Yaman beragama Islam ke Minangkabau membeli kamper (kapur barus), merica dan lada dan bahan rempah lainnya. 
Di zaman Raja Sulaiman, perdagangan laut telah dilakukan dengan sebutan Thariqal Bahri. Para pedagang Yaman beragama Islam menuju Minangkabau, daerah transit untuk mengambil air dan bahan makanan di kepulauan Maladewa, Perlaq di Aceh, pulau Penyengat di kepulauan Riau. Di pulau Penyengat para pedagang dari Yaman membagi rombongan: ada yang menuju Kanton, dan sebagian lagi menuju Minangkabau dan daerah lain di Nusantara. 
Para pedagang bangsa Arab berperan menyebarkan Islam di wilayah Minangkabau dan meyakinkan pihak kerajaan yang mereka datangi untuk menganut Islam. Muaro Sabak dengan raja Lukito Warman, tahun 695 M menjadi kerajaan Islam. 
Agama Islam yang dibawa para pedagang bangsa Arab: Yaman, Parsi sejak abad ke-7 melalui jalur Sumatra timur. Sungai Kampar menjadi pintu masuk para pedagang bangsa Arab ke pedalaman Minangkabau. Pilihan Sungai Kampar sampai ke Hulu di daerah Mahek, Luhak 50 Koto karena di sepanjang wilayah tersebut terdapat kampher (getah pohon kampher atau bahan kapur barus) yang berlimpah. 
Berbeda dengan pedagang Arab Parsi yang berdagang dan menyebarkan Islam melalui hiliran Sungai Batanghari. Mereka datang mencari dan membeli emas yang banyak terdapat di daerah selatan Sumatra tersebut.
Puncak dari sejarah masuknya Islam ke Minangkabau, tahun 1403 M, orang Minangkabu inti (Luhak nan Tigo) ber~bai’ah/bersumpah: orang Minangkabau menganut Islam secara keseluruhan. Melalui musyawarah di Bukik Marapalam, Puncak Pato, Tanahdatar, ditetapkan Adat Basyandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah – Syara’ Mangato, Adat Mamakai – sebagai landasan hidup dan kehidupan orang Minangkabau.

“Sejak abad tujuh telah berdiri kerajaan Islam di wilayah Minangkabau. Fakta itu sudah bisa membatalkan sejarah yang dibuat Belanda, yang menulis sejarah bahwa Islam masuk ke Minangkabau pada abad 18,” ujar Asbir.

 Sementara soal Gujarat, daerah yang terletak di barat laut India justru penduduknya menganut Hindu dan Budha. Baru pada tahun 1760 M, Islam masuk ke Gujarat ketika Gujarat ditaklukkan Sultan Akbar yakni sultan kedua Bhopal. Bahkan sampai tahun 1911, saat Gujarat diduduki Inggris, tidak lebih 40 persen penduduk Gujarat yang beragama Islam. 
Bangsa Gujarat bukanlah bangsa pedagang, kata Asbir. Tidak ada kebutuhan Gujarat yang mereka perlukan tersedia di Minangkabau. Begitu juga kebutuhan orang Minang tidak ada di Gujarat. Selain itu, orang Gujarat tidak pernah melakukan perpindahan besar-besaran ke Minangkabau. Begitu juga dengan paham Qaramithah, yang sudah habis tujuh abad sebelum Islam masuk ke Gujarat.
Habisnya paham Qaramithah, 700 tahun sebelum Islam masuk ke Gujarat, dapat dibuktikan dengan sejarah Basrah. Tahun 881 M, di sebuah desa bernama Qaramith di utara Basrah, mulai diajarkan Syiah Qaramithah oleh Al-Hamdani. Qaramithah menganut ajaran ‘tassukil arwah’ yang berasal dari ajaran samsara agama Hindu dan Budha. Penganut Qaramithah mempercayai malaikat jibril dan mikhail bisa masuk ke dalam tubuh manusia. Imam mereka Al-Hamdani dipercaya sering dimasuki jibril yang memberi petunjuk padanya. Adanya kepercayaan tersebut, ajaran Qamarithah berkembang cepat. Pada tahun 926 M, para penganut Qamarithah menyerang Hijjaz bagian utara dan membelok ke selatan menduduk Madinah dan Mekah. Waktu itu sedang musim haji. Para jamaah haji mereka rampas dan banyak yang dibunuh. Kemudian mereka mencungkil Hajjar Aswat dan membawa lari ke Wadi Hajjar. Batu Hajjar Aswat mereka sembah. 
Tidak kurang 25 tahun, batu Hajjar Aswat dikuasai penganut Qaramithah. Sampai pada tahun 951 M, Muizuddaulah, penganut Syiah Itsnai Asyarah atas perintah Khalifah bani Abbaisyiah menyerang Wadi Hajjar sampai penganut Qaramithah cerai-berai lari memasuki padang pasir. Batu Hajjar Aswat berhasil direbut dan dikembalikan ke tempat semula. 
Berselang 20 tahun, penganut Qaramithah kembali bangkit. Pada tahun 970 M mereka masuk, menyerang dan merampoki Kota Damaskus. Hanya satu tahun Qaramithah menguasai Damaskus. Tahun 971 M, Jauhar as-Siqqili bani Fatimiyah, termasuk Syiah Ismailiyah dengan pasukan besar menumpas pengikut Qaramithah di Damaskus sehancur-hancurnya. Kemudian As-Siqqili meneruskan penyerangan ke Wadi Hajjar, dan menghabisi Qaramithah sampai ke akar-akarnya. Sejak itu, tahun 971 M, Islam aliran Qaramithah tidak ada lagi.
“Sejarah yang ditulis di Tijdschrif voor Nederlandsch Indie, bahwa paham Qaramithah dibawa dari Gujarat ke Minangkabau, sangat tidak bisa diterima akal sehat,” kata Asbir Dt. Rajo Mangkuto, yang sudah berusia 83 tahun mampu mengingat urutan sebuah peristiwa sejarah serta tahun-tahun kejadiannya.
Syekh Burhanuddin Ulakan
Tokoh yang ditulis Belanda dalam sejarah bikinan mereka bahwa pembawa Islam ke Minangkabau yakni Shekh Burhanuddin Ulakan, bersamaan dengan pedagang Gujarat, pada abad 18. Juga dimunculkan mamangan “syara’ mandaki, adat menurun’, yang disebarkan seakan-akan agama Islam berasal dari daerah pesisir Pariaman, dan adat Minangkabau menurun dari darek/pedalaman ke wilayah pesisir. 
Padahal, jelas Asbir, Shekh Burhanuddin Ulakan, baru ada dan hidup 11 abad setelah Islam masuk ke Minangkabau. Bahkan sebelumnya juga ada Shekh Burhanuddin Kuntu. Sejarah mencatat, tahun 1184 M, wali murid masyarakat Batuhampar, Payakumbuh, membawa seorang guru agama Islam dari Mekah. Guru tersebut seorang Arab Quraisy, bernama Burhanuddin. Pada tahun 1194 M, Burhanuddin pindah ke Koto Kaciak, Kumpulan, Palupuah, Agam. Lima tahun kemudian, tahun 1199 M, Burhanuddin pindah ke Kuntu dan dikenal sebagai Syekh Burhanuddin Kuntu. Pada tahun 1214 M, Syekh Burhanuddin Kuntu meninggal dan dikebumikan di Kuntu. 
Sementara Syekh Burhanuddin Ulakan, sejarah mencatat; lahir tahun 1646 M dan meninggal tahun 1704 M. Ketika berusia remaja, Burhanuddin yang nama kecilnya Pono, belajar Islam ke Aceh dengan guru Syekh Abdur Rauf Al-Singkili. Setelah belajar 10 tahunan, tahun 1680 M Burhanuddin kembali ke Ulakan, Pariaman, dan mendirikan surau untuk mengajar agama Islam. Paham yang diajarkan Syekh Burhanuddin adalah Syatariah.

Sejarah masuknya Islam ke Minangkabau disesatkan Belanda dan disebarkan sedemikian rupa. Tujuannya mengacaukan sejarah dan marwah orang Minangkabau yang sudah lama menganut agama Islam. 
“Tujuan utama Belanda adalah membentuk opini bahwa agama Kristen lebih dulu menyebar di Nusantara, termasuk di wilayah Minangkabau dibanding agama Islam,” kata Asbir yang pernah menjadi Walinagari Simarasok, Baso di awal-awal kemerdekaan.
Tiga Haji & Para Tuanku Yang Dituduh Wahabi
Pemutar-balikkan fakta dilakukan terhadap tiga tokoh ulama Minangkabau yakni Haji Miskin, Haji Sumaniak dan Haji Piobang. Selain tiga haji tersebut, para ulama atau tuanku lain juga dituduh sebagai penganut ajaran Wahabiyah oleh penulis asing dan kolonial Belanda
Pada zaman Belanda, tahun 1850 diterbitkan majalah bernama ‘Tijdschrif voor Nederlandsch Indie’ (Majalah untuk Hindia Belanda). Majalah itu gencar menulis sejarah Indonesia dan Minangkabau.
Tulisan yang disebarkan majalah memutar-balikkan fakta dan sejarah Minangkabau, dan dijadikan bahan rujukan sejarah dan diajarkan di sekolah-sekolah pemerintah Belanda. Sejarah yang sama juga diajarkan di sekolah yang didirikan masyarakat di Minangkabau.
Majalah tersebut menulis bahwa pada tahun 1805 M, tiga ulama asal Minangkabau yang pulang dari Mekah menganut paham Wahabiyah.
Ketiga ulama tersebut Haji Miskin, Haji Sumaniak dan Haji Piobang. Juga ditulis bahwa di Minangkabau aliran Wahabi dianut oleh golongan ulama yang bergelar tuanku.
Cap Wahabi itu semakin mendapat tempat pijakan ketika terjadi perang dahsyat di Minangkabau, antara kaum ulama dengan kaum adat antara tahun 1803 sampai 182.
Kemudian dilanjutkan Perang Paderi, nama ciptaan Belanda, di mana Belanda mendukung kaum adat untuk menumpas kaum ulama.
Dalam buku dan tulisan yang tersebar sangat kuat tertanam dalam memori kolektif masyarakat bahwa kaum ulama beraliran Wahabi memerangi kaum adat yang diistilahkan sebagai ‘pemurnian Islam di Minangkabau’.
Dari pihak ulama, selain Haji Miskin, Sumaniak dan Haji Piobang, juga Tuanku nan Renceh dan ulama yang disebut ‘Harimau nan Salapan’ sampai Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Lintau, Tuanku Rao dicap Belanda penganut ajaran Wahabi.
Harus Diluruskan
Orang Minang, kata Asbir Dt. Rajo Mangkuto, penting mengkritisi dan harus meluruskan sejarah yang dibuat Belanda, berkaitan dengan tiga ulama dan para tuanku di Minangkabau.
Sebab implikasinya luas, terbentuk stigma atau cap negatif bahwa kaum adat dan ulama di Minang tidak akur dan sejalan. 
 “Misi Belanda jelas, bagaimana adat dan agama Islam dipertentangkan dan bermusuhan. Belanda tahu bahwa kekuatan Minangkabau terletak pada prinsip adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah,” kata Dt. Rajo Mangkuto, yang menulis buku ‘Direktori Minangkabau’.
 Tuduhan sangat tidak masuk akal bahwa, Haji Miskin, Haji Sumaniak dan Haji Piobang Wahabi, kata Asbir Dt. Rajo Mangkuto. Sebab, ketiga haji itu saat berada di Mekah antara tahun 1790 sampai 1805.
Mekah waktu itu termasuk wilayah yang dikuasai Turki Ottoman. Pada tahun 1760, Mekah dan Madinah diserang dan diduduki Ibnu Saud penganut paham Wahabi Ahlusunnah Hambali.
Ibnu Saud dan pasukannya hanya beberapa bulan menduduki Mekah dan Madinah, karena diserang balik pasukan Turki.
Ibnu Saud mundur ke Riyadh. Riyadh berhasil diduduki Turki. Pasukan Turki terus mendesak Ibnu Saud dan pasukannya jauh ke tengah padang pasir. Wahabi berhasil dikikis habis di jazirah Arab.
Asbir Dt. Rajo Mangkuto
Tahun 1795 Mesir diserang pasukan Napoleon. Terjadi perang besar-besaran antara pasukan Turki Ottoman dan pasukan Napoleon. Perang berlangsung sampai tahun 1803. Dalam pasukan Turki tersebutlah tiga haji; Haji Miskin, Haji Sumaniak dan Haji Piobang bergabung sebagai pasukan Turki. Mereka menjadi komandan pasukan pada kompi (arteleri, kavaleri, infantri) yang berbeda.
Pada 1918, pasukan Sekutu –Perang Dunia II– yang dikomandoi Inggris menyerang dan menguasai daerah yang dikuasai Turki Ottoman selama satu abad. Sekutu membentuk kerajaan-kerajaan kecil di kawasan bekas kekuasaan Ottoman. Tiga tahun kemudian, 1921, pasukan sekutu meninggalkan jazirah arab. Kesempatan itu dimanfaatkan kaum Ibnu Saud untuk kembali muncul dan menguasai Mekah dan Madinah.
“Keberadaan Haji Miskin, Sumaniak dan Haji Piobang waktu di Mekah tidak bersentuhan dengan ajaran Wahabi yang dianut kaum Ibnu Saud,” ujar Asbir.
Para Tuanku dan Satariyah
Gerakan di Minangkabau antara tahun 1803 sampai 1821 yang disebut Belanda sebagai perang antara kaum ulama dan adat. Menurut Asbir, yang terjadi sebenarnya adalah Perang Tuak. Di zaman itu, orang Minangkabau yang sudah bersumpah melalui Sumpah Sati Marapalam, tahun 1403 M, menjadikan Islam sebagai agama dan sebagai prasyarat orang Minangkabau.

Sementara dalam keseharian di tengah-tengah masyarakat masih terlihat hal-hal yang bertentangan dengan syara’/syari’at seperti kebiasaan berjudi, minum tuak, mengisap candu dan prilaku lain yang tidak sejalan dengan Islam.
“Bagi kaum ulama di masa itu, orang Minang harus menjalankan Islam sesuai syari’at. Bagi yang tidak, akan diperangi,” ujar Asbir.
Salah seorang ulama, Tuanku nan Renceh, asal Kamang berdiri di depan untuk memerangi judi, tuak, candu. Bahkan dibentuk kelompok tuanku yang dikenal dengan ‘Harimau nan Salapan’ yang dipimpin Tuanku nan Renceh. Belanda juga menyebarkan opini bahwa para tuanku tersebut menganut paham Wahabi.
“Para tuanku yang tergabung dalam Harimau nan Salapan, semuanya berasal dari Luhak Agam. Tidak benar para tuanku tersebut Wahabi karena mereka semua adalah murid ulama tarikat Satariyah yakni Tuanku nan Tuo, Koto Tuo, Ampek Angkek,” kata Asbir.
Tarikat Satariyah, maupun Naqsabandi kata Asbir, lebih dekat ke paham imam Safi’i. Sementara paham Wahabiyah merupakan aliran yang dekat dengan paham imam Hambali.
Perangi Belanda
Para tuanku / ulama, niniak-mamak serta masyarakat Minangkabau, pada abad ke-19, melawan kolonial Belanda dalam masa yang sangat panjang. Belanda juga memakai taktik meng-adu kaum ulama dengan kaum adat. Belanda berpihak pada kaum adat dan menciptakan istilah Perang Paderi dengan pengertian ‘memerangi kaum ulama’.
 Sementara bagi kaum ulama dan adat, perang dengan Belanda disebut sebagai Perang Tuak/Candu. Sebab, Tuak dan Candu adalah dua mata dagangan Belanda ke Minangkabau yang sangat menguntungkan. Belanda memakai toke-toke Cina sebagai agen besar, bahkan ada juga orang Minang yang menjadi perantara.
Dalam catatan sejarah yang ditulis, Perang Paderi (versi Belanda) dan Perang Tuak/Candu (versi orang Minang) terbagi atas beberapa periode. Periode pertama; 1803 sampai 1821 yang dicitrakan Belanda sebagai perang pembersihan atau pemurnian Islam oleh kaum ulama/Paderi terhadap golongan penghulu/adat yang dianggap menyimpang dan bertentangan dengan syari’at Islam.
 Periode kedua: tahun 1821 sampai 1832 merupakan pertempuran antara kaum ulama/Paderi dan golongan penghulu adat dengan Belanda-Kristen.
Periode ketiga antara tahun 1832 – 1843 merupakan perjuangan seluruh rakyat Minangkabau, bersama kaum ulama, golongan penghulu adat barsatu melawan dan mengusir penguasa kolonial Belanda-Kristen dari wilayah Minangkabau.

»asra f. sabri


Share:

TRENDING TOPICS

featured video

Unordered List

Definition List